1.
Penyesuaian
Diri dan Pertumbuhan
A.
Penyesuaian
Diri
Penyesuaian
diri merupakan suatu proses dinamik yang hampir selalu membutuhkan perubahan
dan adaptasi, dan dengan demikian semakin tetap dan tidak merubah respon -
respon itu, maka semakin sulit juga menangani tuntutan-tuntutan yang berubah.
Kenyataan ini menjelaskan pengaruh-pengaruh yang menghancurkan kepribadian
seseorang. Orang yang mengalami depresi karena sering kali merasa sulit
menyesuaikan diri dengan pola tingkah laku yang di perlukan.
Penyesuaian
diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal
adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari
tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation),
penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai
usaha penguasaan (mastery).
Aspek-aspek Penyesuaian Diri:
-
Penyesuaian
Pribadi
Penyesuaian
pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya
sendirisehingga
tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia
menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya
dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut.
Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari
dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya.
Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan
yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan
terhadap nasib yang dialaminya. Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi
ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan
terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu
dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber
terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan,
sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.
-
Penyesuaian
Sosial
Setiap
iindividu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat proses
saling mempengaruhi satu sama lain silih
berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku
sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi,
demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup
sehari-hari. Dalam bidang ilmu psikologi
sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial
terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi
dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan
masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau
masyarakat luas secara umum.
Pembentukan Penyesuaian Diri:
Banyak
factor yang mempengaruhi penyesuaian diri, ada dari factor lingkungan keluarga
dan lingkungan teman sebaya.
-
Lingkuangan
Keluarga
Lingkungan
keluarga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, yang
dipelajari dalam berbagai hal seperti melalu bermain, sandiwara, interaksi
dengan anggota keluarga, dan pengalaman-pengalaman didalam keluarga. Oleh sebab
itu, orangtua sebaiknya jangan menghadapkan individu pada hal-hal yang tidak
dimengerti. Keluarga juga merupakan wadah pembentukan karakter individu,
penyesuaian diri juga termasuk di dalamnya.
-
Lingkungan
Teman Sebaya
Sama
seperti lingkungan keluarga, lingkungan teman sebaya juga merupakan lingkungan
yang sangat menentukan individu dalam melakukan dan mengembangkan penyesuaian
diri. Bila seorang anak dapat dengan mudah menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan teman bermainnya, itu merupakan
salah satu alasan bahwa sebenarnya kesehatan mental individu tersebut
baik dan sehat.
B.
Pertumbuhan
Personal
Pertumbuhan
adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses-proses pematangan
fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal yang sehat pada waktu yang
normal. Proff Gessel mengatakan bahwa pertumbuhan pribadi manusia berlangsung
secara terus-menerus.
a.
Penekanan
Pertumbuhan, Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan
Penekanan pertumbuhan diri ini
diartikan sebagai pertumbuhan sebagai bagian dari proses tumbuhnya manusia yang
meliputi persiapan organ – organ yang menjadi bagian fungsional dalam tubuh
manusia tersebut untuk dapat bekerja secara maksimal inilah yang menjadi titik
fokus dalam proses penyesuaian diri sepanjang hayat manusia. Penyesuaian diri
pada individu tidak akan terlepas dari bagaimana proses pertumbuhan diri yang
terjadi pada individu itu sendiri. Oleh karena proses pertumbuhan diri yang
terjadi pada individu yang satu dengan yang lain berbeda, sudah pasti
penyesuaian diri yang dilakukan oleh masing – masing individu itu sendiri akan
berbeda pula.
b.
Variasi
dalam Pertumbuhan
Dalam pertumbuhan diri pada satu
individu saja bisa terdapat variasi akibat dari permasalahan – permasalahan
yang timbul dari berbagai kesulitan yang dirasakan oleh individu dalam proses
pertumbuhannya itu sendiri. Hal ini jugalah yang menyebabkan munculnya variasi
dalam penyesuaian diri individu untuk mengatasi dan menghadapi berbagai
permasalahan yang ada dalam proses pertumbuhan tersebut.
c.
Kondisi-Kondisi
untuk Bertumbuh
Kondisi jasmani seperti pembawa atau konstitusi fisik dan
tempramen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara
intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh, kondisi jasmani
dan kondisi pertumbuhan fisik memang sangat mempengaruhi bagaimana individu
dapat menyesuaikan diri nya.
Faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan personal :
-
Faktor
biologis
Karakteristik
anggota tubuh yang berbeda setiap orang, kepribadian, atau warisan biologis
yang sangat kental.
-
Faktor
geografis
Faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorangdan nantinya akan
menentukan baik atau tidaknya pertumbuhan personal seseorang.
-
Faktor
budaya
Tidak
di pungkiri kebudayaan juga berpengaruh penting dalam kepribadian seseorang,
tetapi bukan berarti setiap orang dengan kebudayaan yang sama memiliki
kepribadian yang sama juga.
d.
Fenomenologi
Pertumbuhan
Fenomenologi
memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan
diinterpretasi secara subyektif. Setiap, orang mengalami dunia dengan caranya
sendiri. “Alam pengalaman setia orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.”
Brouwer, 1983:14 Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers,
yang boleh disebut sebagai Bapak Psikologi Humanistik.
2.
Sress
a.
Arti
Penting Stress
Stres
adalah suatu kondisi dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang,
tuntutan atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh
individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stress adalah
beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri, sehingga
perbuatan kurang terkontrol secara sehat. (ref:edy64).
Stres
tidak selalu buruk, walaupun biasanya dibahas dalam konteks negatif, karena
stres memiliki nilai positif ketika menjadi peluang saat menawarkan potensi
hasil. Sebagai contoh, banyak professional memandang tekanan berupa beban kerja
yang berat dan tenggat waktu yang mepet sebagaitantangan positif yang menaikkan
mutu pekerjaan mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka.
Ada beberapa tokoh yang
memberikan definisi mengenai stres.
1. J.P. Chaplin (1999)
Ia
mendefinisikan stress sebagai suatu keadaan tertekan, baik secara fisik
maupun psikologis.
2. Atkinson (1983)
Stres
terjadi ketika orang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai
mengancam kesehatan fisik maupun psikologisnya. Situasi ini disebut sebagai
penyebab stres dan reaksi individu terhadap situasi stres ini sebagai respon
stres.
3. Rice (2002)
Stres
adalah suatu kejadian atau stimulus lingkungan yang menyebabkan individu merasa
tegang.
4. Lazarus (1999)
Stress
adalah rasa cemas atau terancam yang timbul ketika kita menginterpretasikan
atau menilai suatu situasi sebagai melampaui kemampuan psikologis kita untuk
bisa menanganinya secara memadai.
5. Menurut Atwater (1983)
Stres
merupakan suatu tuntutan penyesuaian, yang menghendaki individu untuk
meresponnya secara adaptif.
6. Feldman (1989)
Stres
adalah suatu proses dalam rangka menilai suatu peristiwa sebagai suatu yang
mengancam, menantang, ataupun membahayakan; serta individu merespon peristiwa
itu baik pada level fisiologis, emosional, kognitif dan tingkah laku.
7. Hans Selye (dalam, Hahn&Payne, 2003)
Stres
adalah respon yang tak spesifik dari tubuh terhadap berbagai tuntutan yang ada,
dimana respon tersebut dapat berupa respon fisik atau emosional.
Dari
berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu keadaan
yang menekan diri individu. Stres merupakan proses psikobiologikal (adanya:
stimulus yang membahayakan fisik dan psikis bersifat mengancam, lalu
memunculkan reaksi-reaksi kecemasan).
b.
Tipe-Tipe
Stress Psikologis
1)
Tekanan
(Pressure)
Tekanan
bersumber dari:
· dalam diri (misal: ambisi)
· luar diri (misal: kompetisi di
lingkungan)
· gabungan keduanya.
Apabila
terlalu keras menuntut diri sendiri, dapat memunculkan perilaku self-defeating,
dimana diri kita kalah dengan tuntutan kita sendiri yang berlebihan (contoh:
pada orang perfeksionis).
2)
Frustasi
(Frustration)
Muncul karena adanya hambatan
terhadap motif atau perilaku kita dalam mencapai tujuan. Dapat muncul akibat
tidak adanya objek tujuan yang sesuai, misal: saat lapar, tidak ada makanan;
atau adanya penundaan, misal: menunggu lampu lalu-lintas hijau; atau adanya
rintangan sosial, misal: ingin jadi juara menyanyi tapi tidak pernah punya
kesempatan.
Sumber frustrasi dari dalam diri
individu: (a) tidak punya kemampuan, (b) rendahnya komitmen, (c) rendahnya
kepercayaan diri, (d) perasaan bersalah, (e) karakteristik individu: jenis
kelamin, warna kulit.
Tingkat frustrasi tertentu merupakan
bagian dari proses pertumbuhan (contoh: masa remaja masa matang fisik dan
seksual sehingga ingin independen, padahal secara ekonomi masih dependen pada
orangtua). Frustrasi dapat menimbulkan kemarahan dan perilaku yang agresif,
semakin rendah toleransi kita terhadap frustrasi maka semakin mudah kita untuk
cenderung menjadi agresif.
3)
Konflik
Muncul ketika individu berada
dalam kondisi di bawah tekanan untuk merespon dua atau lebih dorongan yang
saling bertentangan secara simultan atau bersamaan. Konflik dibedakan berdasar
nilai dari masing-masing pilihan; jika pilihannya memiliki tujuan yang positif
bagi individu maka dinamakan sebagai approach tendency. Sedangkan jika
pilihannya memiliki tujuan negatif dinamakan avoidance tendency.
Macam-macam
konflik:
-
approach-
approach conflict, adalah suatu konflik antara dua tujuan yang positif, dimana
kedua tujuan itu mempunyai daya tarik yang sama.
-
avoidance-avoidance
conflict, adalah konflik yang melibatkan dua pilihan yang sama-sama memiliki
konsekuensi negatif.
-
approach-avoidance
conflict, adalah konflik yang paling sulit dipecahkan. Satu objek memiliki
konsekuensi positif maupun negatif.
-
double
approach-avoidance conflict, adalah konflik yang melibatkan dua alternatif yang
sama-sama punya konsekuensi positif dan negatif.
4)
Kecemasan
Merupakan perasaan samar-samar,
rasa yang tidak mudah untuk merasakan bahaya di masa yang akan datang. Gejala
cemas: jantung berdebar, ketegangan otot, keringat dingin. Secara psikologis
dianggap wajar jika dalam intensitas yang normal, karena kecemasan merupakan
tanda alarm yang memperingatkan kita bahwa bahaya sudah dekat dan membangkitkan
kita untuk meresponnya secara tepat.
Kecemasan
dibagi 2 berdasarkan ukurannya:
-
Kecemasan
taraf ringan-sedang: menstimulasi individu menjadi lebih waspada dan resposif
pada situasi yang membutuhkan perhatian lebih (fascilitating anxiety).
-
Kecemasan
yang berlebihan : memperburuk performa kita (debilitating anxiety).
c.
Symptom-Reducing
Responses Terhadap Stress
Ada dua macam penyesuaian untuk
mengurangi gejala stres:
1) Yang bersifat tak disadari: adalah defense
mechanism (mekanisme pertahanan diri atau ego).
2) Yang bersifat disadari: membicarakannya
dengan orang lain; melakukan pekerjaan lain yang mengurangi simtom stres; misal
tertawa.
MEKANISME PERTAHANAN DIRI
Merupakan reaksi awal dalam kehidupan
manusia untuk menjaga diri mereka dari kelebihan dosis intensif dari adanya
stres psikologis. Mekanisme ini dipelopori oleh Sigmund Freud, yang digunakan
untuk mengatasi emosi negatif. Sifatnya kebanyakan tak disadari, otomatis
muncul saat individu menghadapi ancaman baik dengan kesadaran minimum atau
tidak sama sekali. Strategi ini tidak mengubah situasi stress, melainkan
semata-mata bertujuan untuk mengubah cara menghayati atau memikirkan situasi.
Berikut akan diuraikan
jenis-jenis Defense Mechanism, yaitu:
1) Represi (repression)
Berusaha
menekan pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan ke bawah sadar (motivated
forgetting)–fungsi normal kembali. Akibatnya membebaskan dari ketidaknyamanan
akibat selalu waspada pada ancaman, tetapi mempersempit kesadaran kita, membuat
perilaku jadi kaku.
2) Supresi (supression)
Upaya
sadar individu untuk mengendalikan keinginan-keinginan yang memunculkan
kecemasan, dan mengekspresikannya pada waktu tertentu saja. Berusaha menolak
atau menghambat realita internal.
3) Pengingkaran (Denial)
Menolak
melihat atau mendengar aspek realita yang tidak menyenangkan atau mengancam.
Menolak pengakuan eksternal atau realita sosial.
4) Rasionalisasi
Usaha
untuk memberikan alasan pada perilaku yang tidak diterima dalam cara yang
diterima sosial dan rasional. Nilai self-deception sangat besar, mirip dengan berbohong
atau mengingkari orang lain.
5) Regresi
Mengurangi
ketegangan dalam dirinya dengan bertingkah laku mencari perhatian (seperti anak
kecil; merajuk, marah) – agar diperhatikan. Mundur pada fase perkembangan
sebelumnya.
6) Proyeksi
Upaya
individu untuk melemparkan penyebab frustrasinya pada orang lain. Misal: cinta
orang lain, tapi takut bilang, yang muncul adalah bilang dicintai orang
tersebut.
7) Reaksi-formasi
Mengalihkan
motif yang dimiliki ke motif lain yang berlawanan, sebagai upaya mengurangi kecemasan
yang muncul akibat motif pertama yang tadi tidak diterima superego atau moral.
Contoh: benci orangtua, tampil sebagai anak yang sayang pada orangtua
berlebihan.
8) Sublimasi (displacement)
Tidak
tercapainya suatu motif tertentu, yang kemudian dialihkan pada motif yang
sejenis tapi beda kegiatan. Misal: ingin jadi dokter – suka terlibat menolong
orang.
9) Acting Out
Membebaskan
tegangan dari impuls yang tidak dapat diterima dgn mengekspresikannya secara
simbolik. Misal: ingin merasa independen dari orangtua maka remaja jadi tampil
modis, bolos sekolah, penundaan atau mogok, seks bebas, tawuran. Sifatnya tidak
disadari.
10) Fantasi
Membebaskan
tekanan dengan tindakan imajinasi. Misal: melamun, yakin bahwa jadi tokoh dalam
film, tokoh dalam film kaya seperti harapannya (ada unsur self-deception,
distorsi realita).
SARANA
COPING UNTUK STRES MINOR
Merupakan respon terhadap stres ringan,
yang sangat dipengaruhi oleh proses belajar individu. Berlaku otomatis, tetapi
lebih disadari oleh individu (ada pada level kesadaran). Sarana yang dilakukan
dipengaruhi juga oleh: situasi, kekuatan dan kesegeraan gangguan, serta pola
kebiasaan individu dalam menghadapi stres.
Jenisnya:
a.
kontak fisik (dielus), makan, minum
b.
tertawa, menangis, memaki/ mengutuk
c.
membicarakan dengan orang lain, merenungi masalah seorang diri
d.
melakukan aktivitas yang meredakan ketegangan (misal: olahraga, jalan-jalan,
main games).
d.
Pendekatan
“Problem Solving” Terhadap Stress
Merupakan
jenis penyesuaian terhadap stres yang bersifat disadari, berupaya menghilangkan
sumber stres, tidak tergesa-gesa dan lebih terarah serta ada strategi tertentu,
sehingga lebih efektif.
Jenisnya:
-
memodifikasi
diri agar lebih toleran terhadap stres.
-
memodifikasi
situasi yang menimbulkan stres.
MENINGKATKAN TOLERANSI TERHADAP
STRES
-
Toleransi
terhadap tekanan
Membiasakan
diri bekerja di bawah stres dengan meningkatkan kemampuan dan keterampilan.
-
Toleransi
terhadap frustrasi
Berusaha
lebih independen terhadap lingkungan mencoba memahami sumber frustrasi kita
belajar untuk menunda pemuasaan atau kesenangan.
-
Toleransi
terhadap konflik
Menyadari
adanya konflik mencari segi positif terbanyak dan efek emosionalnya.
-
Toleransi
terhadap kecemasan
Mencoba
tetap merasakan kecemasan tanpa mengurangi performa kita menggali lebih banyak
pengalaman dan belajar menghadapi situasi yang membuat kita cemas.
PENDEKATAN
YANG BERORIENTASI TUGAS
-
Pendekatan
Asertif
Merupakan
pendekatan yang menekankan pada usaha-usaha individu untuk mengekspresikan hak
dan keinginan tanpa merebut hak orang lain.
-
Pendekatan
Menarik Diri
Dapat
dilakukan apabila sumber stress tidak dapat dihilangkan dengan asertif dan
kompromi. Strategi sementara untuk mengatasi stres yang dapat berakibat
memperburuk kesehatan individu tersebut. Misal: cuti kuliah untuk mengumpulkan
biaya kuliah.
-
Berkompromi
Biasa
digunakan apabila agen sumber stress memiliki otoritas lebih tinggi dari kita,
atau sama-sama seimbang. Baik-buruknya sangat tergantung pada sejauhmana
kepuasan dapat diperoleh individu, dan sebesar apa usaha yang dilakukan untuk
mengurangi stres.